Luhut Tegaskan Utang Kereta Cepat Tanpa Intervensi APBN
Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan buka suara soal pembayaran utang proyek kereta cepat yang sempat dikaitkan dengan APBN. Ia menyatakan sejak awal bahwa skema pembayaran utang Whoosh tidak pernah melibatkan dana APBN. Pernyataan ini muncul di hadapan publik ketika polemik utang kereta cepat makin mengemuka. Dengan tegas, Luhut menyebut “tidak ada yang pernah meminta APBN” sebagai sumber dana pelunasan utang.
Frasa kunci “utang kereta cepat” dan varian “pembayaran utang kereta cepat” muncul secara strategis sejak paragraf pembuka agar pembaca langsung menangkap isu utama.
Luhut Buka Suara tentang Utang Kereta Cepat dan Skema Pembayaran
Luhut menyebut bahwa utang proyek kereta cepat menyerupai tantangan pembiayaan biasa yang dapat diselesaikan lewat restrukturisasi. Dia mempertanyakan: siapa yang meminta APBN? Ia menegaskan bahwa hingga kini tidak pernah ada pihak yang meminta agar utang Whoosh dibayar dengan APBN. Menurutnya, proyek Whoosh tinggal dibenahi lewat restrukturisasi — bukan lewat belanja negara langsung. Ia juga menyebut dirinya yang dari awal menangani urusan pembiayaan dengan China. Dengan demikian, ia menolak narasi bahwa pemerintah harus membebani APBN demi menyelamatkan proyek kereta cepat.
Kenapa Luhut Menolak APBN untuk Pembayaran Utang Kereta Cepat
Pernyataan Luhut muncul sebagai respons atas pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak opsi pembiayaan utang kereta cepat menggunakan APBN. Luhut menegaskan bahwa sepanjang ini, tidak ada permintaan resmi yang menyebutkan APBN sebagai sumber dana pelunasan. Ia mempertanyakan gaya publikasi yang mengaitkan proyek kereta cepat dengan pembebanan anggaran negara. Ia juga menjelaskan bahwa skema restrukturisasi dengan China sudah dalam pembicaraan, dan China bersedia menyesuaikan syarat pinjaman. Namun, prosesnya tertunda karena pergantian pemerintahan dan penantian Keppres dari Presiden Prabowo. Ia bahkan menyindir bahwa pihak tertentu yang menyebut APBN sebagai solusi tampak kurang memahami detail pembiayaan proyek.
Keppres dan Respon Terhadap Usul Pembiayaan Utang Kereta Cepat
Luhut menyebut bahwa Presiden Prabowo akan segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang menjadi landasan formal penanganan utang kereta cepat (Whoosh/KCIC) Keppres tersebut diharapkan mengatur pembentukan tim restrukturisasi dan acuan langkah-langkah keuangan yang akan diambil. Dalam hal opsi pendanaan, Luhut juga menyebut kemungkinan menggunakan dividen BUMN sebagai salah satu sumber dana pembiayaan utang. Pihak China, menurut pernyataan Luhut, sudah menunjukkan kesiapan untuk melakukan negosiasi ulang terhadap struktur pinjaman dan bunga. Tapi semua itu menunggu keputusan politik formal di dalam negeri.
Perspektif Pengamat: Apakah Wajar Proyek Kereta Cepat Tidak Dibebani APBN?
Berbagai pengamat menyatakan bahwa tidak tepat membebani APBN untuk membayar utang kereta cepat. Proyek seperti ini pada dasarnya dikonstruksikan dengan basis bisnis (business to business) dan harus mandiri secara finansial. Menurut ekonom dari PEPS, Anthony Budiawan, proyek kereta cepat harus berada di luar beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara agar anggaran negara tetap terkendali. Dia menambahkan bahwa bila dana APBN dipaksakan, maka mekanisme persetujuan DPR wajib dilalui. Oleh sebab itu, pendanaan langsung lewat APBN bukanlah jalur yang legal tanpa legitimasi legislatif. Opini ini menegaskan bahwa posisi Luhut dan Purbaya bisa dipahami, yaitu menolak pembiayaan lewat APBN agar proyek tetap berprinsip pada efisiensi dan kewenangan lembaga.
Tantangan dan Risiko Sistem Pembayaran Utang Kereta Cepat tanpa APBN
Meskipun Luhut menolak APBN, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi agar restrukturisasi utang berjalan lancar. Pertama, menyusun skema restrukturisasi yang adil antara kreditor, pemilik proyek, dan negara butuh kesepakatan kompleks. Setiap perubahan bunga, tenor, atau jaminan bisa memicu negosiasi panjang. Kedua, penggunaan dividen BUMN sebagai sumber dana cadangan menghadapi tantangan kapasitas dan kinerja perusahaan pelat merah. Bila dividen tidak mencukupi, ada celah risiko. Ketiga, publik dan pemangku kepentingan mengharapkan transparansi penuh. Bila mekanisme pembayaran tidak jelas, potensi kritik terhadap pemerintah bisa meningkat. Keempat, penundaan penerbitan Keppres dapat memperlambat eksekusi restrukturisasi. Bila terlambat, beban bunga tetap berjalan dan proyek mengalami stagnasi finansial.
Luhut Pastikan Utang Kereta Cepat Tidak Menggunakan APBN
Luhut Binsar Pandjaitan telah memberikan klarifikasi tegas bahwa pembayaran utang kereta cepat (Whoosh) tidak pernah meminta APBN. Dia menekankan bahwa skema restrukturisasi adalah metode yang akan digunakan. Pembentukan Keppres pun disebut sebagai langkah kunci agar skema pembayaran menjadi sah secara hukum dan politik. Namun, keberhasilan langkah tersebut tergantung pada integritas negosiasi, transparansi, dan dukungan institusional. Meski demikian, publik dan pengamat akan terus memantau apakah proyek kereta cepat dapat bertahan secara finansial tanpa membebani keuangan negara
